Album pertama biasanya menjadi penanda sebuah karir dari seorang penyanyi, karena dari album pertamalah kelanjutan langkahnya di industri musik akan ditentukan. Sebagai seorang penyanyi, sosok Nike Ardilla dikenal saat album ‘pertamanya’ "Seberkas Sinar" melejit di pasaran. Namanya langsung meroket dan merajai genre slow rock melankolis ala Deddy Dores di era 90an. Kematian tragis yang menimpanya di puncak karir akhirnya membawa namanya menjadi legenda sampai saat ini. Meskipun sudah berpulang hampir 20 tahun, fans Nike masih terus ada dan bahkan terus bertambah. Satu fenomena yang agaknya susah disamakan oleh penyanyi Indonesia lainnya. Tidak heran, album-album rekaman Nike juga rajin dirilis dalam bentuk kompilasi yang sampai saat ini masih laku di pasaran, meskipun lagunya hanya itu ke itu saja, lantaran penyanyinya sudah almarhum dan tidak mungkin menghasilkan lagu baru.
Tapi betulkah tidak ada lagu ‘baru’ ?
Sejak dulu sempat dengar selentingan kalau sebelum album "Seberkas Sinar" sebenarnya Nike sudah pernah membuat album tapi tidak sempat dirilis. Tapi selentingan semacam itu saya anggap ‘mitos’ karena label manapun yang punya simpanan lagu Nike yang belum dirilis sudah pasti akan berlomba-lomba merilis ‘harta karun’ yang pasti akan langsung diburu para fans. Tapi rupanya, ada temen saya Rudy Mulyadi yang entah dapat bisikan dari mana, sangat percaya kalau Nike pernah membuat album di JK Records sebelum album "Seberkas Sinar". Dan dengan penuh percaya diri mengkonfontrasi langsung kepada Mas Nyo (Leonard Kristianto) yang saat ini memegang kendali JK Records. Mas Nyo yang juga tidak tahu menahu soal album Nike di JK kemudian menantang Rudy untuk membuat fanpage di Facebook, kalau bisa terkumpul 1000 likes maka Mas Nyo janji akan mencari master album Nike. Nyatanya selang seminggu saja, fanpage itu sudah di likes lebih dari 1000 orang. Maka Mas Nyo kemudian menanyakan soal kebenaran album Nike di JK kepada sang ayah Judhi Kristianto, dan ternyata dibenarkan. Nike diperkenalkan kepada Pak Judhi oleh almarhum Denny Sabri di tahun 1988. Dirasa punya aura bintang, Nike yang baru berumur 12 tahun itu kemudian direkrut menjadi artis baru JK dan diikutkan dalam tour show keliling Indonesia bersama artis-artis JK lainnya, dan diperkenalkan dengan nama NIKE ASTRINA.
Sebuah albumpun disiapkan untuk Nike dengan bantuan almarhum Leo Manuputty sebagai Vocal Director merangkap Music Director bersama dengan Bartje Van Houten. 11 lagu berhasil direkam, tentu dengan genre pop ala JK yang saat itu sedang merajai pasar musik. Konon, materi album ini sebenarnya juga bukan disiapkan khusus untuk Nike, tapi untuk seorang penyanyi JK bernama Anna Cisca. Anna sempat merekam suaranya untuk album ini sebagai album kedua, tapi kemudian urung karena keburu mengundurkan diri dari dunia keartisan. Nike-lah akhirnya yang menggantikan posisi Anna, sampai album ini selesai proses dan siap diluncurkan. Tapi sayangnya, saat itu usia Nike yang masih 12 tahun dianggap terlalu muda untuk merilis album cinta-cintaan ala JK, sehingga peredarannya tertunda. Sementara waktu ‘menunggu’ usia Nike lebih dewasa, Nike kemudian hijrah ke Project Q Records dan merilis album "Seberkas Sinar" tahun 1989 dengan mengubah nama menjadi NIKE ARDILLA, dan BOOOM… namanya menjulang, sementara nasib album di JK Records kemudian mengendap seiring waktu.
Perlu dihargai upaya keras Rudy dan fans Nike yang mengupayakan album yang berjudul "HANYA SATU NAMA" itu akhirnya bisa dirilis. Setelah melalui proses yang lumayan berliku akhirnya album pertama Nike itu bisa dinikmati oleh para penggemar, walaupun sistem penjualannya sampai saat ini hanya mengandalkan social media dan tidak dirilis bebas di toko-toko CD. Materi album ini sendiri memang sangat JK, dari lagu, lirik dan pola aransemen sangat mencitrakan kejayaan musik ala JK di era 80an. Suara Nike sendiri terdengar bening dan tetap menampilkan suara khasnya meskipun usianya saat itu masih 12 tahun, walaupun di beberapa bagian lagu masih terdengar tarikan anak-anaknya yang tidak bisa disembunyikan.
Lagu 'Hanya Satu Nama' terdengar paling menonjol dan sepertinya memang disiapkan menjadi lagu andalan, antara lain dengan didapuknya almarhum Embong Rahardjo sebagai peniup saxophone yang membuat lagu ini menjadi terdengar beda dari lagu-lagu JK pada masanya. Progresi bass di lagu ini ‘sangat JK’ dan bisa memunculkan romantisme tersendiri bagi mereka yang pernah tumbuh bersama musik-musik JK. Pada lagu 'Duka Di Dadaku' Nike tampil cukup mengesankan dalam warna bossanova, genre yang boleh jadi hanya sekali ini disentuhnya sepanjang karirnya. Satu bukti bahwa vokal Nike sebenarnya lentur dan bisa multigenre. Warna pop rock muncul dalam lagu 'Biarkan Cinta Kita Menyatu' dan 'Suasana Ceria', sementara sisanya adalah lagu-lagu khas JK yang coba ditaklukkan Nike di usianya yang masih sangat belia.
"Hanya Satu Nama", langkah pertama Nike yang justru muncul terakhir. Sebuah warisan berharga bagi Nikers, dan juga bagi sejarah musik Indonesia.
Labels:
Artikel
Thanks for reading "Hanya Satu Nama", Sebuah Album Perdana Nike Yang Tertunda. Please share...!
0 Comment for ""Hanya Satu Nama", Sebuah Album Perdana Nike Yang Tertunda"